Bolatimes.com - Tiga pemain keturunan, Sandy Walsh, Jordi Amat, dan Shayne Pattynama sejauh ini proses naturalisasinya masih belum selesai. Alhasil, ketiganya tak bisa membela Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Asia 2023.
Sandy Walsh dan Jordi Amat pun mengaku kecewa tak bisa membela timnas Indonesia. Sandy Walsh mengungkapkan bahwa ia sangat kecewa tak bisa bergabung bersama pemain Indonesia di Kuwait.
"Saya kecewa karena setelah menghabiskan waktu bersama tim dan pelatih, saya pikir kami bisa membangun sesuatu yang sangat istimewa," ungkapnya.
Baca Juga: Indonesia Masters 2022, Pebulu Tangkis Denmark Bangga Pakai Batik
Sementara Jordi Amat juga mengutarakan hal serupa. Pemain berdarah Spanyol itu menyebut bahwa dirinya akan selalu siap membela Indonesia jika dokumen yang dibutuhkan telah selesai.
"Sayangnya saya tidak bisa memainkan pertandingan kualifikasi mendatang dengan indonesia," tulis Jordi Amat di akun Instagram dirinya.
Dua pemain ini jelas kecewa, begitu juga dengan publik sepak bola Indonesia yang sangat ingin melihat kemampuan keduanya di lapangan hijau.
Baca Juga: Alasan Indonesia Tak Bisa Jadi Tuan Rumah Piala Asia 2022
Bisa dibilang proses naturalisasi ketiga pemain ini memang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Berkaca pada proses naturalisasi sebelumnya, khusus untuk pesepak bola memang berjalan lama.
Marc Klok misalnya membutuhkan waktu kurang lebih tiga tahun untuk bisa mendapatkan paspor Indonesia. Namun, ada juga proses naturalisasi pesepak bola Indonesia yang terbilang cukup cepat yakni Raphael Maitimo.
Pada 2012, Maitimo mendapat paspor Indonesia meski dengan cara cukup dramatis. Mengutip dari laporan Tempo, proses naturalisasi Maitimo berlangsung dramatis karena pihak PSSI saat itu langsung datang ke Cikeas, kediaman Presiden SBY untuk mendapat tandatangan dari beliau.
Baca Juga: Main Tenang, Chico Aura Dwi Wardoyo Bungkam Wakil Prancis di Indonesia Masters 2022
"Petugas Imigrasi dan pengurus PSSI menghadap Presiden di Cikeas Jumat siang dan Alhamdulillah langsung ditandatangani Bapak Presiden," ujar Direktur Media PSSI, Tommy Rusihan Arief saat itu.
Cepat atau lamanya proses naturalisasi pesepak bola juga dipengaruhi faktor lain di luar administrasi pemerintahan Indonesia.
Aturan Naturalisasi FIFA Lebih Ketat
Baca Juga: Timnas Prancis Tak Pernah Menang di 2 Laga UNL, Didier Deschamps: Fokus Kami ke Piala Dunia
Jika berkaca pada proses naturalisasi pemain basket yang lebih cepat, maka publik tentu bertanya mengapa di sepak bola tidak bisa diterapkan hal sama.
Dua pebasket Lester Prosper dan Marquez Bolden menjalankan proses naturalisasi lebih cepat dibanding pesepak bola, Jordi Amat dan Sandy Walsh.
Marquez Bolden misalnya pada 2021 menjalankan proses naturalisasi. Juli 2021, ia langsung mengawali proses itu dengan datang ke rapat dengar pendapat bersama Komisi III dan Komisi X DPR RI.
Di tahun yang sama, Bolden dibutuhkan tim Indonesia untuk bertanding di ajang FIBA Asia 2021. Ikut rapat dengar pendapat dengan Komisi III dan Komisi X DPR Ri itu dijalani Bolden dengan mulus.
Ia pun langsung mendapat paspor Indonesia di tahun yang sama. Paspor Indonesia juga diberikan kepada dua pebasket lainnya, Dame Diagne dan Serigne Modou Kane.
Istilah anak zaman sekarang, proses pebasket ini begitu sat set sat set. Lantas mengapa untuk pesepak bola begitu lama?
Yang juga harus menjadi perhatian dari publik ialah, aturan dari FIFA yang bisa jadi batu sandungan untuk pesepak bola naturalisasi.
Aturan naturalisasi antara FIFA dengan FIBA, sebagai induk bola basket dunia sangat jauh berbeda. Di FIFA, aturan naturalisasi sangat ketat.
Aturan mengenai naturalisasi di FIFA tertuang di Statuta FIFA, Artikel 7. Ada empat aturan ketat di FIFA terkait naturalisasi. Pertama, pemain tersebut lahir di negara yang bersangkutan.
Kedua, salah satu atau kedua orang tua pemain lahir di negara bersangkutan. Ketiga, kakek atau nenek pemain lahir di negara bersangkutan, dan terakhir, pemain telah menetap selama paling tidak 5 tahun berturut-turut negara bersangkutan terhitung sejak ia berusia 18 tahun.
Dari penjelasan poin nomor 4, maka tidak heran jika Marc Klok baru bsia membela Timnas Indonesia di pertandingan resmi FIFA baru-baru ini.
Dari empat aturan ketat itu, FIFA terbaru juga mengubah aturan naturalisasi yakni pemain bisa mengubah kewarganegaraan jika tidak pernah bermain lebih dari 3 kali di pertandingan kompetitif untuk timnas suatu negara.
Aturan ini diperbarui setelah kasus Munir El Haddadi pada 2018 yang memilih untuk membela timnas Maroko, berpindah dari timnas Spanyol.
Selain itu ada juga aturan baru naturalisasi FIFA yang menyebutkan pemain harus berusia di bawah 21 tahun saat membela timnas negara tersebut. Jika pemain berusia di atas 21 tahun saat membela negara tersebut, maka pemain itu tidak diperbolehkan untuk berpindah negara.
Untuk aturan baru ini, PSSI sudah melakukannya saat proses naturalisasi Elkan Baggott. Lantas bagaimana dengan aturan naturalisasi di FIBA?
Di FIBA hanya dijelaskan bahwa pemain yang bersangkutan harus sudah melewati proses naturalisasi yang dianggap sah oleh negara bersangkutan.
Dengan aturan ini maka tak heran jika Marquez Bolden bisa membela tim basket Indonesia bahkan sukses mempersembahkan medali emas SEA Games 2021.
(Galih Prasetyo)