Bolatimes.com - Tragedi memilukan kembali terjadi dalam dunia sepak bola. Kali ini bentrokan suporter pecah dalam final turnamen sepak bola di Nzerekore, Guinea Tenggara.
Akibat bentrokan itu, 56 orang meninggal dunia. Aksi anarkis itu yang dipicu oleh keputusan kontroversial wasit.
Menurut pernyataan resmi, pemerintah Guinea menyatakan kerusuhan dipicu oleh lemparan batu dari suporter, yang menyebabkan kepanikan massal dan penumpukan di pintu keluar stadion. Pemerintah berjanji melakukan investigasi menyeluruh atas insiden ini.
Baca Juga: PSSI Datang ke Kamboja, Beri Motivasi Jelang Semifinal Piala AFF Wanita 2024
Menurut saksi mata yang dikutip ESPN, kekerasan bermula pada menit ke-82 setelah wasit memberikan kartu merah yang memicu amarah suporter.
"Lemparan batu terjadi, polisi kemudian menembakkan gas air mata. Dalam suasan panik itu, saya melihat banyak orang terjatuh, termasuk perempuan dan anak-anak yang terinjak-injak. Sangat mengerikan," ujar salah seorang penonton, Amara Conde melansir ANTARA, Selasa (3/12/2024).
Kericuhan memicu kepanikan di kalangan penonton yang berusaha keluar dari stadion sehingga menciptakan kerumunan besar di pintu-pintu keluar. Sebuah video yang diverifikasi Reuters menunjukkan puluhan orang mencoba melarikan diri dengan memanjat tembok tinggi stadion.
Baca Juga: Membangun Ekonomi Inklusif: Komitmen Pemuda di Youth Economic Summit 2024
Mantan Presiden Guinea, Alpha Conde, menyebut tragedi ini sebagai bukti buruknya organisasi acara dalam kondisi negara yang masih tidak stabil.
"Dalam situasi di mana negara telah diliputi ketegangan dan pembatasan, tragedi ini menyoroti bahaya dari penyelenggaraan yang tidak bertanggung jawab," paparnya.
Seorang pejabat pemerintah kota yang tidak ingin disebutkan namanya menambahkan kebanyakan korban adalah anak-anak di bawah umur yang terjebak dalam kekacauan setelah polisi menembakkan gas air mata.
Baca Juga: Digelar di 3 Kota, Workshop Kolaborasi Suara.com dan UAJY Diikuti 150 Lebih Digital Creator
Ia juga menggambarkan pemandangan penuh kebingungan ketika para orang tua yang bergegas mengambil jenazah sebelum proses penghitungan resmi.
Kelompok oposisi National Alliance for Change and Democracy menuding pemerintah bertanggung jawab atas tragedi ini karena menyelenggarakan turnamen untuk menggalang dukungan politik bagi Doumbouya, yang melanggar piagam transisi sebelum pemilihan presiden yang sudah dijanjikannya.
Hingga berita ini diturunkan, junta militer Guinea belum memberikan tanggapan atas tuduhan tersebut.
Junta pimpinan Doumbouya sebelumnya menyepakati masa transisi dua tahun menuju pemilu sejak 2022, namun hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda akan menyelenggarakan pemilu. Situasi ini memicu ketidakpuasan publik yang berujung pada protes-protes berdarah.
Pada hari yang sama, Human Rights Watch (HRW) mengeluarkan laporan yang menuduh junta Guinea menggunakan kekerasan berlebihan terhadap demonstran, termasuk gas air mata dan tembakan senjata api, serta tak bisa memenuhi janji memulihkan pemerintahan sipil pada Desember 2024.
Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF) bersama FIFA telah bekerja untuk mengatasi masalah kepadatan dan keselamatan stadion di seluruh Afrika.
Insiden di Nzerekore ini menambah panjang daftar tragedi serupa di stadion-stadion Afrika dalam puluhan tahun terakhir.