Bolatimes.com - Liga Palestina memiliki dua kompetisi sepak bola yang cukup unik, digelar sebagai Liga Primer Tepi Barat dan Liga Primer Jalur Gaza.
Jalur Gaza menjadi titik meruncingnya konflik Palestina-Israel yang terjadi sejak 1967, wilayah yang berhadapan langsung dengan Laut Mediterania.
Wilayah Gaza diambil alih kelompok Hamas di Palestina pada 2007 silam, situasi di kedua negara hingga saat ini masih memanas.
Baca Juga: Mengenal Dito Ariotedjo, Calon Menpora Baru yang Masih Berusia 32 Tahun
Meski begitu, sepak bola Palestina tetap berkembang dan bahkan menempati peringkat ke-94 dari 215 negara, selain di jalur Gaza juga di wilayah seberang Israel, West Bank.
Kedua wilaya ini memiliki kompetisi masing-masing, di tengah masifnya konflik politis yang terjadi antarkedua negara.
Gaza Strip Premier League (Liga Primer Jalur Gaza) dan West Bank Premier League (Liga Primer Tepi Barat), keduanya berjalan beriringan di tengha konflik.
Hingga nantinya di akhir musim, juara masing-masing kompetisi tersebut akan bertanding di partai final Piala Palestina.
Di mana gelar juara tersebut tak hanya diperebutkan untuk status, melainkan tiket menuju Kualifikasi Liga Champions Asia.
Meskipun konflik politis antarkedua negara yang terjadi bukan tanpa dampak, pergerakan klub Palestina yang ingin menyebrang ke wilayah lain dibatasi.
Baca Juga: Rumor Park Hang-seo Balik Lagi ke Vietnam, Tak Betah Nganggur?
Dampak ini pernah dirasakan kontestan Liga Primer Jalur Gaza, Khadamat Rafah saat akan bertanding melawan Markas Balata, kontestan Liga Primer Tepi Barat.
Final Piala Palestina pada 2019 yang saat itu kedua tim hanya berjarak 5 kilometer saja, laga ini sempat terhalang blokade tentara Israel.
Sementara pihak penghubung Israel dan Palestina tak memberi izin pemain Khadamat untuk bisa menembus wilayah Nabius, tepi barat Gaza.
Baca Juga: Dito Ariotedjo Bakal Dilantik Jadi Menpora, Raffi Ahmad: Selamat Bro
Aksi terorisme disebut sebagai alasan tentara Israel tak memberi izin, hal ini membuat Palestina harus merelakan kesempatan bermain di Liga Champions Asia.
Buntut dari kejadian tersebut tak sampai di situ, Kepala Asosiasi FIFA Palestina, Jibril Rajaoub mengklaim Israel sengaja ingin melumpuhkan pemain dan seluruh olahraga negaranya.