Bolatimes.com - Laga pertama Euro 2020 sempat dikejutkan dengan tragedi kolapsnya Christian Eriksen di atas lapangan kala Denmark bertemu Finlandia. Beruntung saat kejadian ada sosok kapten tim bernama Simon Kjaer.
Nama Simon Kjaer menjadi perbincangan seiring aksinya yang langsung bertindak dengan cekatan usai Christian Eriksen tiba-tiba tersungkur di laga pertama Denmark di Euro 2020.
Saat itu, Eriksen yang tengah berlari mengejar bola di area Finlandia, tiba-tiba melambat dan langsung terkapar yang membuat laga langsung terhenti.
Baca Juga: Aurelie Moeremans Berbikini saat Bagikan Tips Diet, Netizen: Lisa Blackpink
Tak berselang lama, Kjaer yang berada di garis pertahan Denmark berlari dan menghampiri rekannya tersebut. Pemain berusia 32 tahun itu langsung memberi pertolongan pertama pada Eriksen sebelum tim medis datang.
Disebutkan dalam berbagai laporan, Simon Kjaer menolong Christian Eriksen dengan memastikan agar lidahnya tak tertelan.
Setelahnya ia meminta rekan-rekannya membuat barikade di lapangan untuk menutupi Eriksen, yang tengah mendapat pertolongan dari tim medis, agar tak tersorot kamera.
Baca Juga: 4 Pemain Indonesia yang Mukanya Mirip Pemain Luar, Kepa hingga Van Dijk
Tak cukup sampai di situ, kesigapannya sebagai kapten, saat Eriksen mendapat pertolongan, Kjaer menenangkan istri rekannya yang tampak histeris di atas lapangan.
Aksi Kjaer ini pun mendapat apresiasi banyak dari pecinta sepak bola. Apalagi, berkat kesigapannya, Eriksen juga bisa selamat dan terhindar dari maut saat tersungkur di atas lapangan.
Dari kisah ini, ada baiknya untuk kembali mengetahui sosok Simon Kjaer yang bertindak sebagai penyelamat jiwa Christian Eriksen tersebut
Baca Juga: Jadwal Semifinal Euro 2020: Italia vs Spanyol, Inggris vs Denmark
Pandangan Miring dan Karier Naik Turun Simon Kjaer
Simon Kjaer lahir di Horsens, Denmark, pada 26 Maret 1989. Sebagai pesepak bola, karier yang ia miliki hingga saat ini terbilang biasa-biasa saja.
Kjaer memulai karier sepak bolanya bersama tim FC Midtjylland. Bergabungnya ia ke tim tersebut tak lepas dari peran sang ayah yang bekerja di klub tersebut sebagai manajer di akademi tersebut dan pihak klub tak ingin ayahnya pergi.
Baca Juga: Profil Lorenzo Insigne, Sang Pahlawan Italia yang Mengoyak Gawang Belgia
Sejatinya, Kjaer dianggap tak layak bermain. Bahkan namanya tak masuk dalam rekaman atau catatan pemain yang di-Scouting oleh tim Midtjylland.
Namun, karena sosok sang ayah lah dan tak adanya pemain membuat Kjaer mendapat kesempatan menimba ilmu di klub tersebut.
Terdapat kisah menarik di saat Kjaer di Midtjylland. Kala itu, sederet pelatih akademi klub yang memiliki lisensi diminta menuliskan siapa pemain akademi yang akan bersinar dan disimpan di sebuah amplop.
Anehnya, tak ada nama Kjaer di sana. Namun ia yang diremehkan saat itu malah mendapat pinangan dari tim Italia pada usia 18 tahun. Diketahui, tim itu adalah Palermo.
Setelah tiga tahun membela Palermo, Kjaer diboyong oleh Wolfsburg. Tak sampai setahun di Jerman, ia kembali ke Italia da membela AS Roma dengan status pinjaman pada 2011.
Setelah membela AS Roma, Kjaer pulang ke Wolfsburg dan bermain hingga 2013 sebelum dilepas ke Lille lalu ke Fenerbahce di 2015 dan berlanjut di Sevilla pada 2017.
Pada 2019, Kjaer kembali ke Italia setelah dipinjamkan Atalanta selama enam bulan. Di akhir masa peminjaman, AC Milan datang menjemputnya. Lagi-lagi dengan status pinjaman pada Januari 2020.
Pada September 2020, AC Milan pun mempermanenkan Simon Kjaer dari Sevilla dengan mahar hanya Rp60 miliar saja. Hingga saat artikel ini dimuat, ia masih tercatat sebagai palang pintu Rossoneri.
Tak Mau Bergabung Klub Besar demi Pembuktian Diri
Karier naik turun Simon Kjaer terlihat dari perjalanannya. Banyak yang meyakini bahwa kisah di masa kecilnya merupakan gambaran bahwa memang ia bukanlah pemain berbakat.
Hingga di usia ke-32 tahun, Kjaer belum pernah merasakan mengangkat gelar. Maklum saja, tim-tim yang ia bela merupakan tim-tim papan tengah.
Sejatinya, Kjaer tak buruk-buruk amat sebagai bek. Buktinya, saat ini ia mampu membawa Denmark menembus semifinal Euro 2020.
Tapi mengapa ia yang bermain tak buruk itu tak pernah membela tim-tim besar, terkecuali AS Roma dan AC Milan yang masih berada dalam masa transisi? Jawabannya adalah karena Kjaer sendiri tak mau.
“Saya selalu senang ketika saya bermain melawan pemain yang lebih kuat, karena mereka memberikan yang terbaik dan Anda dapat menguji diri Anda sendiri,” ucap Kjaer dalam wawancaranya bersama Carlo Pellegatti.
Padahal, saat dirinya diplot sebagai pemain terbaik Denmark pada 2009, Kjaer sempat diminati tim-tim besar seperti Liverpool dan Real Madrid. Namun apa daya, tawaran itu tak ia terima.
Tawaran itu tak terima karena ia ingin membuktikan dirinya adalah sosok bek tangguh dengan melawan pemain-pemain dari tim-tim besar yang dikenal bertalenta dan kuat.
Andai Kjaer mau, mungkin saat ini ia telah bergelimang gelar atau dikenal jauh sebelum membela AS Roma dan AC Milan serta dikenal jauh sebelum kejadian Christian Eriksen.