Bolatimes.com - Granit Xhaka menorehkan tinta emas bersama Timnas Swiss usai menyingkirkan Prancis dan melaju ke babak perempat final Euro 2020.
Granit Xhaka menjadi salah satu aktor di balik Comeback luar biasa Swiss sehingga mampu menorehkan sejarah dan menyingkirkan juara dunia, Prancis, di babak 6 besar Euro 2020.
Swiss yang tampil sebagai tim non unggulan di babak 16 besar, sempat membuat kejutan dengan mencetak gol terlebih dahulu ke gawang Prancis di menit ke-15 lewat Haris Seferovic.
Baca Juga: Tak Cuma Penalti, Statistik Ini Buktikan Mbappe Tampil Buruk di Euro 2020
Keunggulan itu sempat bertahan hingga babak kedua sebelum Karim Benzema dan Paul Pogba mencetak masing-masing dua gol dan satu gol yang membuat Prancis membalikkan keadaan di 15 menit waktu normal tersisa.
Di 10 menit terakhir waktu normal, Swiss dengan daya juang tinggi mampu mencetak dua gol tambahan yang memaksa Prancis menjalani babak tambahan waktu dan adu penalti untuk mencari pemenang yang berhak mendapat tiket ke 8 besar Euro 2020.
Tak disangka, Swiss mampu memenangkan adu penalti setelah sang kiper, Yann Sommer, mampu menepis tembakan penendang terakhir Prancis, Kylian Mbappe.
Baca Juga: Jadi Bos Persikota, Gading Marten Ungkap Alasannya Tak Beli Persija Jakarta
Kemenangan ini disambut suka cita seluruh skuad dan pendukung Swiss. Tak terkecuali bagi Xhaka yang memang tampil apik sepanjang 120 menit laga.
Xhaka yang bertindak sebagai kapten tim mampu menjadi Star of the Match (pemain terbaik) di laga itu berkat 1 assist-nya dan daya juangnya dalam menghalau maupun membangun serangan untuk Swiss.
Berkatnya pula, Swiss untuk pertama kalinya melaju ke perempat final Euro 2020 dan menembus babak perempat final turnamen mayor sejak 1954.
Baca Juga: Profil Persipura Jayapura, Tim Mutiara Hitam yang Tak Pernah Gagal Bersinar
Siapa sangka, sosok yang mampu membawa Swiss menorehkan rekor tersebut adalah seorang pengungsi dari Albania.
Profil Xhaka
Granit Xhaka lahir dari kedua orang tua asal Albania. Ia lahir ke dunia pada 27 September 1992 di Basel, Swiss dari ibu bernama Elmaze Xhaka dan ayah bernama Ragip Xhaka.
Baca Juga: Profil Persik Kediri: Sejarah, Julukan, dan Daftar Pemain untuk Liga 1 2021
Ia lahir 18 bulan setelah sang kakak, Taulant Xhaka, lahir. Keduanya lahir di Swiss dan terjun ke dunia sepak bola. Namun saat dewasa, keduanya memutuskan berbeda pilihan di mana Xhaka membela Swiss, sedangkan Taulant membela Albania.
Pemain yang diketahui beragama Islam tersebut mengawali karir sepak bolanya di FC Basel di mana ia turut berpartisipasi dalam keberhasilan FC Basel menjuarai liga.
Kemampuan apiknya bersama FC Basel membuat Xhaka dipinang oleh Borussia Monchengladbach pada 2012. Pada usia 22 tahun yakni di tahun 2015, ia didapuk sebagai kapten tim karena jika kepemimpinannya.
Tak lama berselang, Arsenal menebusnya dengan mahar 30 juta poundsterling dan ia resmi hengkang ke London pada 2016.
Perjalanannya di Arsenal terbilang naik turun, terutama di musim 2019/20. Kala itu, Xhaka yang berstatus kapten, sempat bersitegang dengan para pendukung The Gunners hingga sampai ban kapten yang ia kenakan dipindahkan ke Pierre-Emerick Aubameyang.
Meski saat ini berstatus pemain Arsenal, rumor transfer di musim panas 2021 ini mengaitkannya dengan kepindahan ke Italia di mana AS Roma yang dilatih Jose Mourinho menjadi peminatnya.
Pengungsi yang Menjadi Pahlawan Negara
Seperti yang telah disebutkan di atas, keberhasilan Granit Xhaka membawa Swiss melaju ke perempat final Euro 2020 menyamai pencapaian La Nati pada 67 tahun silam.
Dengan terpilihnya Xhaka sebagai Star of the Match, ia pun dipuja bak pahlawan saat ini oleh pendukung Swiss. Siapa yang menduga jika gelar pahlawan negara itu diberikan kepada seorang pengungsi.
Xhaka memang lahir di Swiss. Namun, dalam dirinya mengalir darah Albania dari kedua orang tuanya yang memilih bermigrasi ke Swiss karena gejolak di negaranya.
Ayah Xhaka, Ragip Xhaka, saat muda merupakan seorang Kosovorian yang kerap memprotes pemerintahan Yugoslavia. Bahkan karena aksi protesnya, ayah Xhaka sempat ditangkap dan dipenjara saat masih berstatus mahasiswa.
Selama di penjara, ayahnya kerap mendapat pemukulan dan tekanan oleh pemerintah Yugoslavia. Cerita-cerita dari masa lalu sang ayah secara tak langsung membentuk karakter Xhaka yang memang terkenal keras dan tak kenal kompromi.
“Ayah saya menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Saya dan Taulant tumbuh dengan kekuatan mentalnya. Ayah adalah idola kami, panutan kami, yang mengajari kami bahwa Anda harus kuat untuk mencapai sesuatu,” ucap Xhaka.
Xhaka memutuskan membela Swiss dikarenakan ia merasa berutang kepada negara tersebut. Untuk itu, dalam karir sepak bolanya, ia memilih La Nati sebagai negara yang ia representasikan.
Berbeda dengannya, sang kakak, Taulant, memilih membela Albania mengingat negara tersebut merupakan asal dari kedua orang tuanya.
Kendati membela Swiss, Xhaka tak pernah melupakan tanah leluhurnya dan darah Kosovo-Albania yang mengalir dalam tubuhnya.
Hal itu ia tunjukkan kala menjebol gawang Serbia di fase grup Euro 2020. Bersama Xherdan Shaqiri (berdarah Kosovo), keduanya berselebrasi dengan membentuk simbol elang.
Selebrasi ini dilakukan karena sejarah sang ayah yang ditangkap dan dipenjara di Beograd (ibu kota Serbia) serta adanya pembantaian kepada etnis Albania.