Bolatimes.com - Pertandingan semifinal leg kedua Piala Turki antara Fenerbache kontra Besiktas di Stadion Istanbul, Kamis (19/4/2018) berakhir ricuh. Pelatih Besiktas, Senol Gunes, menerima luka di kepala setelah menerima lemparan benda dari tribun penonton. Akibatnya, lima jahitan pun tak bisa dihindarkan.
Kejadian bermula saat tiba-tiba Gunes terjatuh dan mencengkeram kepalanya dengan kesakitan pada menit ke-58 usai sebuah benda meluncur ke kepalanya.
Petugas membantunya berdiri, tetapi ketika ia dibawa ke lorong untuk perawatan, satu objek lain memukul pelatih 65 tahun itu lalu pingsan. Pria yang juga sempat menangani Timnas Turki selama empat tahun itu pun harus dilarikan ke rumah sakit dengan luka di kepalanya.
Tak hanya itu, asisten pelatih Besiktas, Erdinc Gultekin juga terluka. Dikabarkan ia terlibat kekacauan saat berada di lorong pemain.
FLAÅ! BeÅiktaÅ saha içi ekibinden Erdinç Gültekin'in son hali. pic.twitter.com/UnWlPi0A9e
— FutbolArena (@futbolarena) 19 April 2018
Akar kerusuhan
Pertandingan Besiktas kontra Fenerbache berakhir sama kuat pada leg pertama semifinal Piala Turki. Bermain di Stadion Vodafone, Istanbul, pertandingan berakhir imbang 2-2.
Besiktas dicetak oleh Alvaro Negredo dan Talisca, sementara gol Fenerbache dilesatkan oleh Soldado dan Sener Ozbayrakli.
Pada leg kedua, menang menjadi harga mati untuk bisa melaju partai final. Laga Fenerbache kontra Besiktas pun berlangsung panas sejak awal pertandingan. Pada babak pertama empat kartu kuning telah tercipta. Masing-masing satu untuk tuan rumah dan tiga untuk para pemain Besiktas.
Bahkan bek Besiktas, Pepe, harus terusir saat menit baru berjalan 30 menit. Mantan pemain Real Madrid itu melakukan pelanggaran keras terhadap gelandang Fenerbache, Josef Souza.
Namun, aksi Pepe tidak begitu mengejutkan. Menurut Goal, lima dari enam pertemuan kedua tim kerap memunculkan baik kartu kuning juga merah.
Akibat kerusuhan tersebut, FA Turki akan memutuskan kembali laga ulangan leg kedua antara Fenerbache versus Besiktas, kemungkinan akan tanpa suporter.
Pemenang pada laga tersebut akan menghadapi Akhisarspor, yang mengejutkan telah menumbangkan Galatasaray 2-0 sekaligus menjadi tim pertama yang lolos ke final.
Sejarah Derbi Istanbul yang terkenal mengerikan
Besiktas sebagai kesebelasan tertua di Turki yang terlahir di 1903. Namun, di Istanbul juga ada dua kesebelasan lain yang tak kalah kuat yakni Galatasaray dan Fenerbache yang menciptakan sebuah Derbi Istanbul ketika ketiga klub tersebut bersua.
Ciri khas dari derbi itu yakni penjualan tiket yang selalu habis, dukungan keras sepanjang pertandingan, dan saling ejek koreografi antarpendukung kedua kesebelasan sebelum sepak mula.
Dentuman drum, bendera maupun poster raksasa, red flare (suar), smoke bomb (bom asap), digunakan untuk diciptakan kemegahan visual dan memberikan tekanan kepada psikologis lawan di lapangan.
Bahkan, menurut Fourfourtwo, Derbi Istanbul merupakan derbi terbesar nomor enam di dunia.
Kekerasan suporter Fenerbache ini bukan pertama kali, paling terakhir insiden mengerikannya suporter Fenerbache sempat tergambar pada Derbi Istanbul antara Galatasaray dan Fenerbahçe, Minggu, (22/10/2017) di kandang Galatasaray, Stadion Turk Telekom Arena, Istanbul, Turki.
Saat itu pendukung Fenerbache tengah kesal karena pemain sayap tim tuan rumah, Younes Belhanda diberi kartu kuning kedua karena melakukan diving.
Suporter yang marah tim kesayangannya harus bermain dengan 10 pemain, justru melampiaskan kekesalannya pada asisten wasit Tark Ongun.
Suporter Galatasaray mulai melempari Ongun dengan botol dan berbagai macam benda mengenai kepalanya. Namun, Ongun tetap bertahan di tepi lapangan untuk melaksanakan tugasnya.
Sayangnya keadaan justru makin parah. Semakin banyak benda dilemparkan ke arah Ongun seperti minuman, bendera, dan korek api hingga memaksa sang assisten wasit untuk meringkuk dan melindungi kepalanya.
Derbi Istanbul selalu mengisahkan cerita yang selalu menyita publik dunia. Gengsi antar suporter dan tim memang terasa wajar dari sebuah rivalitas klub dalam satu daerah, tetapi aturan FIFA tetap wajib ditegakkan karena sepak bola sejatinya merupakan sebatas ajang pertandingan di dalam lapangan.
Hal tersebut terpampang jelas dari prinsip FIFA 'For the Game. For the World' atau untuk permainan, untuk Dunia.
Bolatimes.com/Irwan Febri Rialdi